10 novel Terlaris yang pernah di Tulis Sepanjang Masa – Intip daftar ‘Klasik’ sepanjang masa dan beberapa buku terbaik yang pernah ditulis. Kami jamin rata-rata pembaca belum pernah mendengar sebagian besar darinya.
“To Kill a Mockingbird” oleh Harper Lee
Ringkasan:
“To Kill a Mockingbird” karya Harper Lee adalah kisah masa depan yang mengharukan yang berlatarkan atmosfer bermuatan rasial di Amerika Selatan. Melalui sudut pandang Scout Finch muda, novel ini mengeksplorasi tema ketidakadilan rasial, moralitas, dan kasih sayang ketika ayahnya, pengacara Atticus Finch, membela seorang pria kulit hitam yang dituduh memperkosa seorang wanita kulit putih. Dengan narasi yang kuat dan karakter yang mudah diingat, novel ini terus disukai pembaca dari segala usia.
Kritikus Ambil:
Kritikus memuji “To Kill a Mockingbird” karena penyampaian cerita yang hebat dan tema yang tak lekang oleh waktu, serta memuji kemampuan Lee dalam mengatasi masalah sosial yang kompleks dengan kepekaan dan kedalaman. Namun, beberapa orang mengkritik penggambaran hubungan ras, dengan alasan bahwa film tersebut melanggengkan narasi “penyelamat kulit putih” dan gagal untuk sepenuhnya menangkap pengalaman orang Amerika keturunan Afrika. Terlepas dari perdebatan ini, novel ini tetap menjadi novel klasik yang disukai dan merupakan bacaan penting untuk memahami kompleksitas ras dan keadilan di Amerika. premium303

“1984” oleh George Orwell
Ringkasan:
“1984” karya George Orwell menyajikan visi distopia tentang masyarakat totaliter yang diperintah oleh Partai penindas yang dipimpin oleh Big Brother. Novel ini mengikuti Winston Smith, seorang birokrat yang kecewa dan memberontak terhadap pengawasan dan propaganda Partai, hanya untuk menghadapi konsekuensi yang mengerikan. Melalui penggambarannya yang mengerikan mengenai kontrol pemerintah dan manipulasi pemikiran, Orwell memperingatkan bahaya otoritarianisme dan terkikisnya kebebasan individu.
Kritikus Ambil:
Para kritikus memuji “1984” sebagai sebuah karya yang bersifat profetik dan menggugah pemikiran yang tetap relevan di era pengawasan saat ini. Eksplorasi Orwell terhadap totalitarianisme dan propaganda terus bergema di kalangan pembaca, memicu diskusi tentang kekuasaan, pengawasan, dan hakikat kebenaran. Namun, beberapa orang mengkritik pandangan mereka yang suram dan suram, dengan alasan bahwa hal tersebut kurang bernuansa dan gagal menawarkan harapan atau solusi. Meskipun demikian, pengaruh novel ini terhadap sastra dan budaya populer tidak dapat disangkal, sehingga mengukuhkan statusnya sebagai karya klasik modern.
“The Great Gatsby” oleh F. Scott Fitzgerald
Ringkasan:
“The Great Gatsby” karya F. Scott Fitzgerald adalah novel klasik Amerika yang berlatar tahun 1920-an. Diceritakan oleh Nick Carraway, kisah ini mengikuti pengejaran Jay Gatsby yang penuh teka-teki terhadap Daisy Buchanan yang sulit dipahami dan kejatuhannya yang tragis. Melalui eksplorasi kekayaan, cinta, dan Impian Amerika, novel ini menawarkan kritik tajam terhadap ekses Era Jazz dan kekosongan materialisme.
Kritikus Ambil:
Kritikus memuji “The Great Gatsby” karena prosa liris, gambaran yang jelas, dan karakter yang kompleks. Penggambaran Fitzgerald tentang kerinduan Gatsby akan masa lalu dan kekecewaannya bergema di kalangan pembaca, menangkap esensi dari sifat Impian Amerika yang sulit dipahami. Namun, beberapa kritikus berpendapat bahwa penggambaran perempuan dan minoritas dalam novel ini dangkal dan stereotipikal, mencerminkan prasangka sosial pada masa itu. Terlepas dari kritik tersebut, “The Great Gatsby” tetap bertahan sebagai karya sastra abadi, yang terkenal karena penggambaran Era Jazz yang menggugah.
Pride and Prejudice” oleh Jane Austen
Ringkasan:
“Pride and Prejudice” karya Jane Austen adalah karya klasik sastra Inggris yang dicintai, terkenal karena kecerdasan, pesona, dan romansa abadi. Bertempat di Inggris era Kabupaten, novel ini mengikuti Elizabeth Bennet yang penuh semangat saat ia menavigasi kompleksitas cinta dan hierarki sosial. Inti ceritanya adalah hubungan penuh gejolak antara Elizabeth dan Tuan Darcy yang penyendiri, yang harga diri dan prasangkanya mengancam untuk memisahkan mereka.
Kritikus Ambil:
Kritikus memuji “Pride and Prejudice” karena komentar sosialnya yang tajam, penokohan yang kaya, dan dialog yang menarik. Eksplorasi Austen mengenai kelas, pernikahan, dan moralitas menawarkan wawasan yang tajam mengenai masyarakat pada masanya namun tetap relevan bagi pembaca kontemporer. Namun, beberapa kritikus berpendapat bahwa penggambaran pernikahan yang romantis dan fokus yang terbatas pada isu-isu sosial mengabaikan kenyataan pahit yang dihadapi perempuan di era Kabupaten. Namun demikian, “Pride and Prejudice” terus memikat pembaca dengan kecerdasan dan romansanya, sehingga menjadikannya sebagai salah satu karya sastra yang paling dicintai.
“The Catcher in the Rye” oleh JD Salinger
Ringkasan:
“The Catcher in the Rye” karya J.D. Salinger adalah novel masa depan yang telah memikat generasi pembaca dengan protagonisnya yang memberontak, Holden Caulfield. Bertempat di Amerika pasca-Perang Dunia II, novel ini mengikuti Holden saat ia menavigasi masa remaja, pemberontakan, dan hilangnya kepolosan selama akhir pekan yang penuh gejolak di New York City.
Kritikus Ambil:
Kritikus memuji “The Catcher in the Rye” karena penggambaran otentiknya tentang kecemasan, keterasingan, dan kekecewaan remaja. Penggunaan narasi orang pertama oleh Salinger memungkinkan pembaca mempelajari jiwa Holden, berempati dengan perjuangan dan frustrasinya. Namun, beberapa kritikus berpendapat bahwa pandangan sinis dan narasi berulang Holden mungkin mengasingkan pembaca tertentu, sementara yang lain mempertanyakan relevansi novel tersebut di luar konteks sejarahnya. Terlepas dari kritik tersebut, “The Catcher in the Rye” tetap menjadi karya sastra Amerika yang penting, memicu diskusi tentang identitas, masa remaja, dan pencarian keaslian.
“The Catcher in the Rye” oleh JD Salinger
Ringkasan:
“The Catcher in the Rye” karya J.D. Salinger adalah novel masa depan yang telah memikat generasi pembaca dengan protagonisnya yang memberontak, Holden Caulfield. Bertempat di Amerika pasca-Perang Dunia II, novel ini mengikuti Holden saat ia menavigasi masa remaja, pemberontakan, dan hilangnya kepolosan selama akhir pekan yang penuh gejolak di New York City.
Kritikus Ambil:
Kritikus memuji “The Catcher in the Rye” karena penggambaran otentiknya tentang kecemasan, keterasingan, dan kekecewaan remaja. Penggunaan narasi orang pertama oleh Salinger memungkinkan pembaca mempelajari jiwa Holden, berempati dengan perjuangan dan frustrasinya. Namun, beberapa kritikus berpendapat bahwa pandangan sinis dan narasi berulang Holden mungkin mengasingkan pembaca tertentu, sementara yang lain mempertanyakan relevansi novel tersebut di luar konteks sejarahnya. Terlepas dari kritik tersebut, “The Catcher in the Rye” tetap menjadi karya sastra Amerika yang penting, memicu diskusi tentang identitas, masa remaja, dan pencarian keaslian.
“Penguasa Cincin” oleh J.R.R. Tolkien
Ringkasan:
J.R.R. “The Lord of the Rings” karya Tolkien adalah epik fantasi yang telah menangkap imajinasi pembaca di seluruh dunia dengan kekayaan mitologi, pertempuran epik, dan karakter yang tak terlupakan. Bertempat di dunia fiksi Middle-earth, novel ini mengikuti hobbit Frodo Baggins saat ia memulai pencarian berbahaya untuk menghancurkan Cincin Utama dan mengalahkan penguasa kegelapan Sauron.
Kritikus Ambil:
Kritikus memuji “The Lord of the Rings” karena pembangunan dunianya yang mendalam, alur cerita yang rumit, dan tema persahabatan, kepahlawanan, dan pengorbanan yang tak lekang oleh waktu. Kreasi bahasa, budaya, dan sejarah yang diciptakan Tolkien menambah kedalaman dan keaslian Middle-earth, sementara eksplorasinya mengenai kebaikan versus kejahatan disukai oleh pembaca dari segala usia. Namun, beberapa kritikus berpendapat bahwa prosa yang padat dan pengetahuan yang luas dalam novel ini mungkin menakutkan bagi pembaca biasa, sementara yang lain mempertanyakan kurangnya keragaman dan representasi. Terlepas dari kritik tersebut, “The Lord of the Rings” tetap menjadi karya sastra fantasi klasik yang dicintai, menginspirasi generasi pembaca dan penulis.
Moby-Dick” oleh Herman Melville
Ringkasan:
“Moby-Dick” karya Herman Melville adalah sebuah epik luas yang mengeksplorasi tema obsesi, balas dendam, dan sifat kemanusiaan. Diceritakan oleh pelaut Ismael, novel ini mengikuti upaya Kapten Ahab yang tiada henti untuk membalas dendam terhadap paus putih yang sulit ditangkap, Moby Dick, yang mengarah pada konfrontasi mengerikan dengan takdir dan hal yang tidak diketahui.
Kritikus Ambil:
Kritikus memuji “Moby-Dick” sebagai mahakarya sastra, dipuji karena kedalaman filosofis, bahasa puitis, dan tema eksistensialnya. Eksplorasi Melville terhadap dorongan dasar manusia dan perjuangan inheren antara peradaban dan alam liar menawarkan meditasi mendalam tentang kondisi manusia. Namun, beberapa kritikus menemukan kesalahan pada simbolisme yang padat dan narasi yang menyimpang dari novel tersebut, sementara yang lain mempertanyakan perlakuan novel tersebut terhadap ras dan budaya asli. Terlepas dari kritik tersebut, “Moby-Dick” tetap bertahan sebagai karya sastra Amerika yang penting, menantang pembaca untuk menghadapi misteri laut dan jiwa.

“Petualangan Huckleberry Finn” oleh Mark Twain
Ringkasan:
“The Adventures of Huckleberry Finn” karya Mark Twain adalah novel klasik Amerika yang mengikuti petualangan Huck Finn dan temannya Jim, seorang budak yang melarikan diri, saat mereka melakukan perjalanan menyusuri Sungai Mississippi untuk mencari kebebasan dan petualangan. Bertempat di wilayah Selatan sebelum perang, novel ini mengangkat tema ras, identitas, dan moralitas dengan latar belakang masyarakat yang terus berubah.
Kritikus Ambil:
Kritikus memuji “Petualangan Huckleberry Finn” karena kecerdasan satirnya, karakternya yang penuh warna, dan penggambaran kehidupan Selatan yang jelas. Penggunaan bahasa dan dialek vernakular oleh Twain menambah keaslian narasinya, sementara eksplorasinya terhadap ketidakadilan dan kemunafikan sosial tetap relevan bagi pembaca kontemporer. Namun, novel ini juga mendapat kritik karena penggunaan penghinaan rasial dan penggambaran karakter Afrika-Amerika, yang menyebabkan perdebatan tentang sensor dan sensitivitas budaya. Terlepas dari kontroversi ini, “Petualangan Huckleberry Finn” tetap menjadi karya sastra Amerika yang penting, menantang pembaca untuk menghadapi kompleksitas ras dan moralitas.
“Perang dan Damai” oleh Leo Tolstoy
Ringkasan:
“Perang dan Damai” karya Leo Tolstoy adalah sebuah epik luas yang menceritakan kehidupan bangsawan Rusia selama Perang Napoleon. Berlatar belakang peristiwa sejarah, novel ini menjalin drama pribadi karakternya dengan kekuatan sejarah yang lebih besar, mengeksplorasi tema cinta, takdir, dan pencarian makna di dunia yang kacau.
Kritikus Ambil:
Para kritikus memuji “War and Peace” sebagai salah satu novel terhebat yang pernah ditulis, dipuji karena cakupannya yang epik, alur ceritanya yang rumit, dan wawasannya yang mendalam tentang sifat manusia. Perhatian Tolstoy yang cermat terhadap detail dan pengembangan karakter yang kaya menghidupkan Rusia abad ke-19, sementara renungan filosofisnya tentang perang, politik, dan agama menambah kedalaman dan kompleksitas narasinya. Namun, beberapa kritikus menganggap novel ini panjang lebar dan bagian-bagiannya yang menyimpang, sehingga menjadi tantangan bagi pembaca modern. Terlepas dari kritik-kritik tersebut, “Perang dan Damai” tetap menjadi pencapaian besar dalam dunia sastra, menginspirasi kekaguman dan kekaguman atas cakupan ambisius dan tema-tema abadinya.
“Penguasa Cincin” oleh J.R.R. Tolkien
Ringkasan:
J.R.R. “The Lord of the Rings” karya Tolkien adalah epik fantasi yang telah menangkap imajinasi pembaca di seluruh dunia dengan kekayaan mitologi, pertempuran epik, dan karakter yang tak terlupakan. Bertempat di dunia fiksi Middle-earth, novel ini mengikuti hobbit Frodo Baggins saat ia memulai pencarian berbahaya untuk menghancurkan Cincin Utama dan mengalahkan penguasa kegelapan Sauron.
Kritikus Ambil:
Kritikus memuji “The Lord of the Rings” karena pembangunan dunianya yang mendalam, alur cerita yang rumit, dan tema persahabatan, kepahlawanan, dan pengorbanan yang tak lekang oleh waktu. Kreasi bahasa, budaya, dan sejarah yang diciptakan Tolkien menambah kedalaman dan keaslian Middle-earth, sementara eksplorasinya mengenai kebaikan versus kejahatan disukai oleh pembaca dari segala usia. Namun, beberapa kritikus berpendapat bahwa prosa yang padat dan pengetahuan yang luas dalam novel ini mungkin menakutkan bagi pembaca biasa, sementara yang lain mempertanyakan kurangnya keragaman dan representasi. Terlepas dari kritik tersebut, “The Lord of the Rings” tetap menjadi karya sastra fantasi klasik yang dicintai, menginspirasi generasi pembaca dan penulis.…